Di matamu
Aku telah melihat seribu macam peristiwa
di matamu, dan hanya perlu satu macam cara lagi
Untuk menuai setiap keinginan
Tapi akulah laki-laki pemurung itu,
Yang terlalu sulit menentukan peta arah dan tujuan
Hingga membuat senja terlampau cepat terbenam
di lautan tatapmu. Tapi aku merasa itu tak lebih penting
dari sebuah mimpi, sebagaimana rasa terimakasihku
padamu selama ini.
Bandung, 030705
Memorabilia
Sejauh langit berlabuh
Setiap ingatan memiliki jalan pulang
Di mana ia akan selalu terbenam
Sebab begitu pulalah dengan tatapmu
Dan akulah yang paling memahami arti penantian.
Lalu kau akan senantiasa menoleh
Padahal setiap kejadian telah diketahui
Dan tak ada takdir untuk kita
Tapi biarkanlah setiap musim bergulir
Lalu malam mengeja keluguannya
Menanam benih yang tak berbuah
Selayaknya mimpi bulan terpenggal
Mengharap janji yang tak terbeli.
Indramayu, 5 November 2005
JARAK
Kadang aku merasa dekat
Kadang pula merasa jauh
Jauh itu dekat
Dekat itu ternyata jauh
Jauh pada yang dekat
Dekat pada yang jauh
Lalu, jarak itu berarti apa?
Bandung, 2003
INI SUATU WAKTU
Ini suatu waktu
Ketika aku menemukanmu
Melalui senja yang berjalan
Sedang aku belum menuntaskan
Kegelisahan akan sajak-sajak yang berterbangan
Ini suatu waktu
Ketika matahari tak lagi jinak
Menunduk diam-diam dari wajahmu
Dan kita telah mengakhiri kesepakatan
Untuk saling menyulam kekhawatiran
Ini suatu waktu
Ketika aku telah mabuk
Oleh jutaaan cemas, juga guguran daun-daun
Sementara senja perlahan tuntas
Dengan kecemburuaannya
10905
Musim
Telah tiba waktu-waktu sederhana
Selama musim belum beranjak bosan
Tetapi aku telanjur kehilangan senyum
Bedesir serupa kegelapan
10905
Metafor Matahari
Di matamu kalut terasa jinak
Membisikan rasa rindu yang pedas
Sedang aku tak punya banyak bumbu
Matahari telah memasak hidangan yang ketus tadi pagi
Dan berduyun lalat-lalat menyisihkan makna setiap musim
Telah aku undang pula sunyi dari balik bajumu
Tergenggam hari siang serta pura rupa
Dan tak perlu banyak waktu bagi airmata
Untuk memesan secangkir senyum
Sementara 24 kutukan menyelinap
Dalam hutan yang angkuh
Aku tak lagi mampu menawar harga kenangan
Dan wajah-wajah bengis tertawa
Memecah runcing beling-beling
gemericik suaranya mengalir riang
Aku harus meminta saran untuk menamaimu
Dalam sisa kericuhan hari esok
Tapi hujan terlanjur mencerna mimpi
Di sudut-sudut kota yang murung
Mari, berlindunglah dalam tebar rambutku
Sebab matamu belum juga masak kini
5 Maret 2006
Menunggumu
Menunggumu ialah serupa memasak hidangan malam
Aku kehilangan banyak cemas. Tertatih mengatur waktu
dan mimpi-mimpi. Hujan telah beramah tamah dengan sedih
Berbisik tentang kepulangan yang bersijingkat
Tapi hidupku penuh kegamangan
Menyelinap diam-diam di balik dinding kamar
yang masih saja meruapkan aroma tubuhmu.
Bergegaslah pulang, duhai hidangan malam, rinduku telah berkarang
040706
28 July 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment