Aku melihat kekalutan yang meloncat-loncat
di tepi mimpimu. Sebagaimana yang telah aku janjikan
ketika kau memutuskan untuk memulai perjalanan ke ujung sunyi
Karena telah aku kutuk sebagian musim untuk beranjak
dari keceriaan. Dan daun-daun mengembun bersama tetes airmata
Seperti bertahun lampau, saat pohon-pohon tak lagi bersisikukuh
untuk memulai hidup. Merapuh serupa udara senyap
Sempat pula aku berpikir bahwa perjalananmu ialah
Untuk mencerna gelombang menjadi hujan
Sebab kita belajar untuk tidak menjelma rumah-rumah
Berdiam menatap kesendirian yang akut
Nona, hidup selalu berisi kepergian yang bergegas
Menyisakan belatung-belatung di sarapan pagi kita
Dan aku terus-menerus bertaruh untuk sungai-sungai
yang mengering. Sedang kemarau tak lagi terlalu jinak
untuk mengerti. Tidurku menjelma karang. Tumbuh serupa tanah
Diam-diam melupakan petuah yang acap kali kau sandingkan
di balik malam. Aku tak punya kepercayaan melebihi nabi-nabi
Menyaksikan kau berkemas dengan rakus untuk pulang
Ya, beratus kali kita bersepakat dengan gelisah
Menanam lumut-lumut menghijau di tebing-tebing hati
Tapi gairahmu meruah membakar ketabahan setiap penyair
Tak perlu banyak waktu bagi sejarah untuk mencatat takdir
yang berulang. Dan aku telah cukup masak untuk menyulut dendam
Sebagaimana setiap dinding kamar menyimpan rahasia kejadian
Sebab penantian telah usai, mawarku.
Dan kita, ialah pengelana yang tak pernah tahu ujung jalan
Saling berseberangan.
30706
28 July 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment