18 November 2006

MAWAR PUTIH

Sore itu di sebuah toko bunga, Mawar Putih tampak begitu murung, tak seperti biasanya dimana ia akan tampak selalu ceria dan bahagia. Teman-temannya sesama bunga bertanya-tanya. Apakah gerangan yang terjadi dengannya sehingga ia tampak murung hari ini?

“Apakah karena si penjual bunga lupa tak menyiraminya atau memberinya pupuk hari ini?” tanya Anggrek pada bunga-bunga lain.
“Tidak mungkin. Aku merasa si penjual bunga tak sebodoh itu hingga melupakan Mawar Putih. Ia salah satu bunga kesayangan,” jawab Kacapiring.
“Mungkin karena tak ada pembeli yang menyukainya,” ujar Melati kemudian.
“Mustahil! Setiap pembeli yang datang selalu mengagumi bunga mawar. Setiap pembeli selalu punya keinginan untuk membawanya ke rumah mereka sehingga bisa menikmati keindahan dan semerbak harumnya. Tapi si penjual bunga tak pernah berkehendak menjualnya, karena ia salah satu bunga terindah di toko ini, dan si penjual bunga menjadikannya salah satu koleksi kesayangannya. Dan kurasa Mawar Putih pun menyukainya. Ia masih senang tinggal di sini, dirawat oleh si penjual bunga. Sebab ia khawatir jika orang lain tak akan sebaik itu dalam merawatnya,” kata Teratai menimpali.
“Lalu, mengapa ia kini bersedih?” tanya Anggek lagi.
“Entahlah. Hari ini, sepertinya ia punya banyak alasan untuk bersedih,” jawab Teratai.
“Tentu keindahan bunga-bunga di toko ini tak akan bersinar dengan murungnya Mawar Putih. Mungkin kita harus turut peduli dengan menghiburnya,” usul Melati.
“Aku sependapat. Mari kita dekati Mawar Putih, kita hibur dia untuk mengusir kemurungan darinya,” ujar Kacapiring.
“Baiklah.”

Maka mendekatlah bunga-bunga itu ke samping Mawar Putih.

“Putih, mari kita menari,” ujar Anggrek sambil menari-nari bersama bunga-bunga lainnya.
“Mari bernyanyi juga,” ajak Melati dengan menyenandungkan lagu-lagu keindahan.
“Ya, mari kita bersenang-senang,” cakap Kacapiring sembari melakukan permainan kecil yang ceria.

Mawar Putih hanya mengelengkan kelopaknya melihat tingkah laku teman-temannya itu, meskipun mereka telah mencoba untuk membelai dan menari-narik tangkainya agar ia turut serta bersenang-senang. Setelah dirasa sia-sia, akhirnya para bunga pun menyerah. Mereka hanya bisa berpandangan melihat tanggapan Mawar Putih yang tetap murung itu.

“Kalau kau tak ingin bermain, marilah kita berjalan-jalan saja. Mungkin ada pemandangan bagus yang ingin kau lihat?” selidik Kacapiring

Mawar Putih kembali menggeleng. Ia tampak benar-benar murung.

“Apakah kau marah kepada kami?” tanya Melati.

Ia kembali mengeleng.

“Apakah si penjual bunga lupa memberimu pupuk atau menyirammu?”

Si putih terus menggeleng hingga bergoyanglah seluruh tangkainya.

“Apakah kau memiliki keinginan sesuatu hari ini?”

Mendengar itu Mawar Putih mendongakkan kelopaknya, tapi kemudian ditundukkannya kembali. Teman-temannya kembali merasa heran.

“Baiklah, jika kau tak mau bersenang-senang bersama kami, tapi setidaknya ceritakanlah kepada kami, mengapa kau terus bersikap murung seperti ini?”
“Ya, katakanlah hal yang membuatmu sedih. Lihatlah keindahan taman bunga ini meredup dengan kemurunganmu itu. Tentunya kau tak ingin jika si penjual bunga merugi karena pembeli tak mau membeli bunga-bunga di toko bunga yang tak indah, bukan?”

Mawar Putih menegakkan kelopaknya sedikit. Lalu memandang sekeliling. Dan dirasanya benar kata-kata temannya. Tampak olehnya bahwa suasana toko bunga itu lebih muram dari biasanya. Apakah ini karena langit yang tak cerah hari ini? Maka didongakkannya kelopaknya menghadap langit. Ah, matahari begitu cerah hari ini. Tentu bukan itu penyebab muramnya toko bunga ini. Lalu, benarkah yang dikatakan temannya itu? Kemurungannyalah yang menyebabkan muramnya suasana di toko bunga hari ini. Sebegitu besarkah pengaruh kemurungannya sehingga suasana pun tampak turut muram. Dan ia pun tahu, jika suasana di toko bunga ini begitu muram, tentunya tak akan ada pembeli yang tertarik untuk membeli bunga di toko ini.

Keindahan bunga akan terpancar dan bersinar dari toko ini jika suasana bunga-bunga yang ada di dalamnya begitu ceria. Keindahan dan keceriaan itu akan menghantarkan pula semerbak wewangian bunga ke segenap mata angin. Dengan keindahan bunga-bungaan dengan semerbaknya itu, maka akan banyak pembeli yang tertarik karena para pembeli hanya ingin membeli bunga-bunga di toko bunga yang indah dengan penuh semerbak wawangian bunga. Sebaliknya, mereka tak ingin membeli bunga di toko bunga yang muram dan tanpa wewangian bunga. Jika suasana muram dan tak ada pembeli yang datang, maka si penjual bunga akan merugi pula. Kemudian suasana pun tentu akan lebih muram lagi. Sebab itulah, bunga-bunga di toko ini dilarang untuk bersedih. Dan tentunya Mawar Putih tak berkehendak mengecewakan si penjual bunga dengan kesedihannya.

“Katakanlah Mawar Putih,” ujar Anggrek, “mungkin kami bisa membantu.”

Mawar Putih menatapnya sangsi.

“Tak ada yang bisa kalian lakukan,” ujarnya tiba-tiba, “aku telah patah hati. Kekasihku meninggalkanku.”

Teman-temannya terkaget. Mereka tahu hubungan cinta Mawar Putih dengan Mawar Merah. Dan baru kemarin Mawar Merah dibeli pembeli. Tapi adalah keharusan setiap bunga menyadari kodratnya sebagai bunga. Mereka haruslah merelakan siapapun yang diambil oleh para pembeli, baik itu sahabat-sahabatnya, keluarganya, maupun kekasih-kekasihnya. Tak pernah ada yang bersedih atau terluka karena itu. Sebab akan selalu tumbuh bunga-bunga baru dari tangkai-tangkai baru yang ditanam si penjual bunga. Selain itu, akan menjadi kebanggaan tersendiri jika ada bunga yang dipilih pembeli, tentunya itu disebabkan karena bunga yang terpilih itu merasa diri lebih indah dan semerbak wangi jika dibandingkan dengan yang lainnya. Lagi pula, bukankah mereka dilarang bersedih. Bahkan karena alasan apapun. Lalu, mengapa Mawar Putih merasa mesti bersedih hanya karena kepergian cintanya?

“Putih, kukira kau telah merelakannya.”
“Ya, dan tak harusnya kau murung hanya karena alasan itu.”
“Aku tahu itu. Tapi ia telah meninggalkanku jauh sebelum ada pembeli yang membawanya. Dan aku merasa itu sepenuhnya adalah kesalahanku. Maka aku pun merasa murung karena rasa bersalah itu.”
“Rasa bersalah? Apa maksudmu?”
“Ya, katakan apa yang telah kau lakukan?”

Mawar Putih terdiam. Ditatapnya teman-temannya yang balas menatapnya dengan pandangan rasa ingin tahu.

“Aku telah mengkhianatinya dengan mencintai yang lain,” ujarnya dengan nada lirih dan menunduk.

Teman-temannya menghela nafas. Dan saling berpandangan. Selama ini teman-temannya menduga bahwa hubungan Mawar Putih dan Mawar Merah begitu baik. Mawar Merah tampak begitu perhatian kepadanya. Rela berkorban dan melakukan apapun untuknya. Selalu bersama setiap saat. Dan tampak bahwa rona kebahagiaan terpancar di wajahnya. Namun, siapa sangka bila ada pihak lain yang ternyata telah membuat hati Mawar Putih tersentuh. Lalu tergoda untuk secara sembunyi-sembunyi menggantungkan harapan cintanya. Namun, Mawar Merah telah lama mengenal Mawar Putih. Dan kebohongan macam apapun tak mampu dihindari darinya. Bahkan yang paling tersembunyi sekalipun. Tapi Mawar Merah begitu baik hati dan penyabar, maka dibiarkannya Mawar Putih dengan cinta terselubungnya itu. Sementara Mawar Merah akan terus mencintainya dengan ketabahan seorang pemuja. Karena Mawar Merah yakin bahwa ia akan bisa membuktikan pada Mawar Putih bahwa cintanya merupakan yang terbaik daripada cinta milik siapa pun. Sungguh, ternyata cinta begitu berarti. Bahkan untuk para bunga sekalipun.

Namun, ada banyak hal yang tak terduga dengan cinta. Bagitu pula dengan percintaan antara para bunga. Setelah sekian lama, ternyata Mawar Putih tak juga melepaskan cinta terpendamnya. Walaupun Mawar Merah telah banyak mencoba melakukan hal-hal terbaik untuk membahagiakan Mawar Putih. Dan ketabahan sekuntum bunga tentu berbatas. Mawar Merah pun akhirnya tahu bahwa Mawar Putih bukanlah sosok yang memegang teguh kesetiaan. Mawar Merah menyadarkan diri bahwa mungkin Mawah Putih tidaklah pantas diperuntukan baginya. Maka untuk apa pula ia mempertahankan cintanya. Tentu ia tak ingin dibodohi dengan hal itu. Sementara mungkin ada banyak bunga lain yang jauh bisa lebih menghargai cinta dan pengorbanannya daripada Mawar Putih. Maka seketika itu pula ia meninggalkan Mawar Putih.


Pepatah mengatakan, seseorang akan tahu arti kehilangan jika ia telah ditinggalkan. Penyesalan selalu singgah di akhir kejadian. Dan itulah yang dirasakan Mawar Putih. Ia begitu merindukan kembali cinta Mawar Merah dengan segala perhatiannya. Tapi penyesalan dan rasa bersalah adalah sia-sia. Karena untuk keesokan harinya, Mawar Merah telah pergi. Parasnya yang tampan menarik hati seorang perempuan berparas jelita yang akhir-akhir ini sering datang ke toko bunga itu. Demikianlah, akhirnya Mawar Putih menceritakan semua itu pada teman-temannya. Para bunga tersentuh pula mendengar ceritanya. Sebagian dari mereka merasa iba dengan nasib Mawar Merah yang terkhianati. Sebagian lagi merasa prihatin dengan Mawar Putih karena cinta tentu tak bisa dipaksakan. Dan Mawar Putih tak bisa disalahkan hanya karena cinta dan perasaan. Cinta yang dirasa Mawar Putih tentu bolehlah menentukan pilihannya sendiri. Namun dalam benak mereka tersimpan segenap tanya. Siapakah pihak lain yang telah membuat hati Mawar Putih terpikat? Apakah ada bunga lain yang dirasa lebih pantas untuk Mawar Putih? Ataukah bunga lain di toko seberang? Mereka hanya bisa menerka, kepastiannya hanya tersimpan di hati Mawar Putih.


Bersambung ....

1 comment:

Anonymous said...

Puitis banget! but realy gw orangnya kurang jiwa seni. Alur cerita ini percisnya apaan yah? jual beli bunga ..ha..ha.. salam kenal aja yah.